artikel

Artikel Terbaru

20 SEKOLAH DI BALI MENJADI PERCONTOHAN

SEKOLAH  BEBAS PLASTIK SEKALI PAKAI 

Provinsi Bali telah memiliki 20 pilot project sekolah bebas plastik sekali pakai yang tersebar pada tiap kabupaten/kota.

 

AKAN LARI KEMANA LIMBAH MASKER KITA?
 

 
Pandemi Covid-19 saat ini mewajibkan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan untuk mengurangi penyebaran dan penularan virus.  Mengenakan masker merupakan salah satu protokol kesehatan yang wajib dipatuhi oleh masyarakat. Tentunya penggunaan masker ini akan menimbulkan peningkatan terhadap timbulan sampah medis berjenis residu yang bersifat B3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan seperti, klinik, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lainnya yang memungkinkan menghasilkan limbah medis jenis residu yang bersifat B3, penanganannya sudah diatur dalam Peraturan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.56/Menlhk-setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
 
photo/ANTHONY WALLACE


Peraturan Mentri Lingkungan tersebut mencakup proses pengurangan dan pemilahan B3, penyimpanan limbah B3, pengangkutan limbah B3, pengolahan limbah B3, penguburan limbah B3, dan penimbunan limbah B3. Tentunya pertauran tersebut sudah lengkap menjelaskan secara terperinci bagaimana alur pengelolaan limbah medis jenis residu yang bersifat B3 dan pihak pelayanan kesehatan pun mematuhi peraturan tersebut terlebih lagi di era pandemi ini. Segala sesuatu yang berkaitan dengan limbah medis  jenis residu yang bersifat B3 telah diatur dengan baik di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), lalu bagaimana dengan limbah masker di rumah tangga?


Berdasarkan pedoman pengelolaan limbah masker dari masyarakat yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, masker yang dipergunakan oleh masyarakat  bukanlah termasuk kedalam kategori limbah medis yang perlu mendapatkan perlakuan seperti limbah medis fasyankes sehingga limbah masker tersebut masuk dalam kategori limbah domestik, dengan demikian perlakuannya sama dengan pengelolaan limbah domestik sesuai dengan UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Untuk dapat mencegah terjadinya resiko penularan, perlu dilakukan perlakuan khusus terlebih dahulu sebelum masker kemudian dibawa ke TPA (Tempat Pemrosesan Akhir). Hal yang dapat dilakukan adalah melakukan pengumpulan masker bekas pakai, berikutnya lakukan disinfeksi dengan cara merendam masker dengan larutan disinfektan (klorin ataupun pemutih), dan rubahlah bentuk masker dengan cara merusak bentuk masker dan mewadahinya dengan wadah khusus yang aman sebelum dibuang. Tata cara pembuangannya-pun harus sesuai dengan peraturan yang berlaku agar nantinya saat proses pengangkutan, sampah jenis ini mendapatkan perlakukan yang seharusnya.


Sebelumnya, Bali telah memiliki Pergub Bali No. 47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber yang didalamnya terdapat pasal 5 ayat 2 (g) yang mengatur tentang  pengelolaan sampah rumah tangga dapat menyiapkan tempat sampah untuk menampung sampah residu. Tentunya limbah masker yang diproduksi dari kegiatan rumah tangga, dapat dibuang pada tempat sampah jenis residu agar tidak tercampur dengan sampah jenis lain.
Pemilahan sampah jenis residu dari rumah tangga memiliki peranan penting terhadap proses penanganan sampah tersebut. Dimulai dari proses pengangkutan hingga nanti proses pengelolaannya. Bisa dibayangkan, bila sampah masker dari rumah tangga tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak ganda selain dapat menyebabkan penularan virus. Sampah masker yang tidak terkelola dengan baik, dapat mempengaruhi segala aspek lingkungan.


Kepatuhan masyarakat dalam pemilahan sampah residu masker ini memiliki peranan penting terhadap kondisi lingkungan. Pengelolaan buruk dan abai oleh masyarakat dapat mempengaruhi kondisi ekosistem. Selama pandemi ini, banyak media yang memberitakan tentang kejadian binatang yang mengalami jeratan dari limbah masker sampai dengan berita banyaknya limbah masker yang mencemari badan air sampai dengan lautan. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih kurangnya proses pengelolaan sampah masker.


Dengan adanya Pergub Bali No. 47 Tahun 2019, seharusnya Bali dapat melakukan proses penanganan sampah masker rumah tangga dengan baik. Dalam peraturan tersebut telah diatur dan dijelaskan tahapan pengelolaan dimulai dari pemilahan sampai dengan proses pengolahannya di TPA. Peraturan tersbut dapat menjadi kekuatan yang dapat mendorong masyarakat untuk dapat memilah sampah mereka dari rumah tangga.


Kepala Dinas Kesehatan Prov. Bali dr. Ketut Suarjaya dalam berita harian Antara menyatakan bahwa selama pandemi ini, Bali menghasilkan 3 ton limbah medis perhari. Data tersebut merupakan data yang diperoleh dari fasyankes yang telah memiliki penanganan khusus terhadap limbah medisnya. Bila ditelusuri lebih dalam dalam media pencarian berita, belum dijumpai studi yang membahas tentang penanganan khusus limbah masker dari rumah tangga.


Minimnya studi tentang limbah masker yang dihasilkan oleh rumah tangga, bukan berarti limbah masker dari rumah tangga tidak menjadi masalah. Dengan adanya Pergub Bali No. 47 Tahun 2019 dapat menjadi solusi penanganan limbah masker rumah tangga dan peraturan tentang pemilahan sampah residu ini juga didukung oleh Surat Edaran Nomor: SE.3/MENLHK/PSLB3/3/2021 yang didalamnya juga mengatur tentang pengelolaan sampah masker dari rumah tangga beserta rekomendasi dalam hal penyediaan tempat sarana penampungan sampah masker tersebut.


Adapun hal yang dapat mempengaruhi masyarakat dalam pemilahan sampah residu masker adalah minimnya informasi yang diterima oleh masyarakat tentang bagaimana sampah masker tersebut harus dikelola di rumah tangga. Kegiatan sosialisasi perlu digencarkan kembali untuk dapat memberikan informasi mendalam tentang pemilahan sampah residu di masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih mawas diri untuk melakukan pemilahan sampah residu masker dengan baik dan benar. Dalam penyebaran informasi juga perlu memperhatikan kebenaran dari informasi yang disampaikan, mengingat saat ini banyak sekali informasi yang tersebar di media daring yang banyak dijumpai secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh masyarakat. Informasi yang belum diketahui benar kebenarannya dapat mempengaruhi pola pikir dari masyarakat sehingga dapat mengakibatkan perilaku abai terhadap penanganan sampah masker ataupun sampah medis lainnya yang dihasilkan dari rumah tangga.


Penggunaan masker sekali pakai juga sebelumnya sudah diinformasikan oleh pemerintah dapat disubstitusi dengan menggunakan masker berbahan kain yang dapat dipergunakan secara berulang kali dengan memperhatikan proses disinfektannya (proses mencuci dan pengeringan) yang baik dan benar, serta lama pemakaian dari penggunaan masker kain yang dapat digunakan maksimal selama 4 jam berdasakan rekomendasi dari KEMENKES RI. Namun, belakangan ini pemerintah merekomendasikan masyarakat untuk menggunakan masker ganda yang terdiri dari masker medis didalamnya dan kemudian masker kain di bagian luarnya karena penggunaan masker ganda dengan kombinasi tersebut terbukti efektif dalam penularan virus. Sehingga, melalui rekomendasi tersebut masyarakat kembali menggunakan masker medis dengan waktu penggunaan masker medis maksimal selama 4 jam.  Dapat dibayangkan, bila setiap orang melakukan aktivitas produktif dengan menggunakan masker katakanlah 16 jam waktu produktif dan harus diganti setiap 4 jam sekali sehingga satu orang dapat menimbulkan sampah masker sebanyak 4 buah, tentunya bila dikalikan dengan banyaknya penduduk akan menghasilkan angka yang luar biasa biala tidak ditangani dengan baik.


Bila masyarakat belum memiliki kemampuan untuk memilah sampah residu masker, pemerintah setempat dapat melakukan pendampingan dan pembinaan kepada masyarakat. Terlebih lagi Bali memiliki kegiatan sosial yang erat satu dengan yang lainnya dapat dilihat dari kegiatan pesangkepan yang dilakukan oleh setiap banjar. Pemerintah setempat dapat mengambil momen tersebut dalam hal sosialisasi dan pembinaan terhadap pengelolaan sampah masker dari rumah tangga. Setelah melakukan kegiatan sosialisasi dan pebinaan, barulah kemudian melakukan kegiatan pengawasan terhadap perilaku masyarakatnya.
Dalam pelaksanaannya belum tentu mudah sehingga perlu adanya pendekatan secara emosional dan perlahan kepada masyarakat agar mawas diri melakukan pemilahan sampah. Tentunya bila kegiatan pemilahan sampah dari rumah ini dapat berhasil, kita dapat mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan terutama persebaran sampah masker yang sekarang menjadi permasalahan dan dapat mengganggu ekosistem darat maupun perairan.


Selain membina masyarakat, pemerintah setempat juga harus memiliki taktik tempur yang tepat untuk mengantisipasi bila masyarakat belum memiliki kemauan untuk memilah sampah dari rumah. Dapat dilakukan studi analisis lapangan terlebih dahulu untuk mengetahui permasalahan sebenarnya yang terjadi di masyarakat. Setelah melakukan analisis tentang kejadian di lapangan kemudian dapat dilakukan proses identifikasi masalah, dan barulah dapat terlihat masalah yang timbul dimasyarakat secara lebih jelasnya. Dapat dipastikan nantinya bahwa tidak hanya satu permasalahan yang dijumpai di masyarakat.
Biasanya akan dijumpai permasalahan yang umum terjadi di masyarakat saat melakukan proses pemilahan sampah dari rumah. Dimulai dari masyarakat yang suka titip buang, membakar, ditimbun sembarangan, biaya kontribusi mahal, sampai jadwal pengangkutan yang mengecewakan ketika masyarakat sudah berlangganan dan memilah. Beberapa permasalahan tersebut dapat menjadi bahan acuan dalam hal mencari solusi bersama dengan pemerintah setempat.


SE.3/MENLHK/PSLB3/3/2021 mendorong pemerintah untuk menyediakan drop box pembuangan sampah masker komunal di setiap daerah yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Penyediaan drop box untuk masker ini, juga dapat menjadi solusi dari permasalahan limbah masker yang belum terpilah dengan baik dari rumah tangga. Dengan adanya fasilitas pengumpulan masker secara komunal akan mempermudah masyarakat sekalipun masyarakat memiliki permasalahan dalam melakukan proses pemilahan sampah di rumah. Selain mempermudah masyarakat, penyediaan drop box masker ini akan mempermudah petugas pengangkutan dalam hal melakukan proses pengangkutan dan pemrosesan karena sampah yang sudah dikumpulkan di drop box hanya berjenis masker saja.
Jika setiap daerah membuat tempat pengumpulan sampah masker secara terpusat tentu memudahkan dalam proses pengelolaannya. Pengendalian pencemaran lingkungan dapat dilakukan dengan baik, tidak perlu lagi mengkhawatirkan lingkungan yang kotor akibat sampah masker yang tidak dikelola dengan baik. Sampah masker yang sampai saat ini sering dijumpai berserakan tanpa pengelolaan yang jelas akan mendapatkan penanganan khusus dan tidak lagi merusak pemandangan dan mengurangi nilai estetika.


Kerusakan ekosistem darat maupun perairan dapat ditanggulangi bila sudah ada tempat pengumpulan sampah masker secara terpusat. Bila dikumpulkan dan dikelola dengan baik, dan dilakukan oleh semua orang di semua wilayah kita pasti tidak akan mendengar lagi berita terkait dengan permasalahan masker yang mengganggu ekosistem. Mungkin permasalahan masker ini dipandang sebagai permasalahan kecil bagi sebagian orang yang belum memiliki wawasan terkait dengan lingkungan. Perlu kita sadari bahwa kerusakan ekosistem yang terjadi dapat mengganggu kesetimbangan ekologi yang artinya bila kesetimbangan ekologi terganggu akan berdamak pada segala aspek kehidupan. Pada kehidupan dunia binatang dapat menjadi kepunahan populasi, bila terjadi pada tumbuhan tumbuhan akan mengalami kematian, bila terjadi pada manusia akan menimbulkan dampak yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan manusia baik dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, dan lainnya yang memegang peranan penting dalam kehidupan. Sehingga bila dilihat dari segala ancaman yang ada, kita perlu secepatnya memperhatikan dan bertindak agar bahaya tersebut tidak terjadi.
 
Penulis : Putu Intan Sintya
Editor : Ananda Gusti Nuadi
 

Subscribe email untuk mendapatkan informasi terbaru dari kami

 *